Mengertikah kamu
bahwa menunggu adalah hal yang paling aku hindari. Momok yang menakutkan, aku
tak ingin berjumpa dengannya. Meskipun hanya sekedar bertegur sapa belakang,
aku tak mau. Apalagi harus bercengkrama dengannya, berlama-lama dengan dia. Menunggu.
Sosoknya adalah hitam yang acapkali sering kali kutemui mengikuti langkahku
dari belakang. Mengekori kemanapun kakiku melangkah. Aku tak ingin.
Mengertikah kamu
bahwa menunggu adalah memasak air dengan api yang tak kunjung menyala. Lama
terasa, bahkan mungkin tak akan pernah ada habisnya. Kelelahan yang berangsung
tak terasa, karena hati yang telah mati, beku. Terlalu lama terpendam didalam
cinta yang jauh, kamu.
Mengertikah kamu
bahwa menunggu adalah waktu yang tak pernah bergulir. Tetap sama, tanpa ada
jeda yang membuatku bernafas lega. Jikalau hati kian lelah, menunggumu.
Menunggumu memang tanpa syarat, menunggumu memang tanpa alih-lih ingin
memenangkan sang waktu. Aku hanya berharap memenangkan hatimu, melawan dia.
Yah,dia menunggu. Entah, kau peka atau tidak. Aku tak suka menunggu, begitu
pula dengan kau bukan?
Menunggu, bukankah
dia musuh terbesar kita sesudah jarak? Harapku, kau tak kalah dengan menunggu.
Jangan menyerah, bertekuk lutut dan berkata kepadaku, “Aku lelah, aku tak ingin
lagi menunggu”. Ketika kau mengatakan hal demikian, menunggu akan menertawaimu.
Bersorak gembira atas kemenangannya. Dan kita, aku dan kamu menangis karena
kita kalah dengan dia, menunggu...
Bahkan rasa kita pun
dapat kalah dengan satu kata saja, “Menunggu”...
Echi Sianturi
Bandar Lampung, 11
November 2013