Januari di Titik Akhir
January 20, 2016
Januari
semakin mendekati titik akhir.
Namun,
senja masih sama, tetap melankolis di penghujung sore. Mungkin karena kita kini
sudah tak sama lagi. Kau melancong pergi dengan membawa segenap rasa yang
kutitipkan dengan hati-hati. Tak kuasa diri ini, walau hanya sekedar duduk
terdiam dipojokan taman kota memandangi punggungmu dari kejauhan.
Siapa
yang salah itu sudah tak penting lagi. Satu demi satu kisah terkubur, kenangan
berdebu ditimbun waktu. Waktu yang mengajari arti dari sebuah kehilangan dan
penyesalan. Titik akhir yang sering kau sebut-sebut dalam syairmu tak lantas
menjadikan semuanya berlalu begitu saja. Rasa-rasanya Januari menopang hati ini
agar selalu kokoh, Januari yang semakin mendekati titik akhirnya.
21
22
23
24
25
….
Kuhitung
setiap malam, menuju akhir Januari. Tak ada asa lain yang ingin kudekap hingga
nanti kutemui Januari selanjutnya. Januari yang kuharap akan lebih mesra
memelukku dengan senjanya yang memesona. Bukan senja yang melankolis yang
kudapati saat ini, karena kenangan yang tak kuharap hadir kembali.
“Apa
cinta itu harus memiliki?”, kalimat itu terlontar dari bibirmu. Pertanyaan klise
yang kerap kali kutemui. Pertanyaan retoris
yang tak harus aku jawab.
“Karena
memiliki itu hanya sekedar ilusi belaka”, kau pun dengan lirih menjawab
pertanyaan yang kau ajukan sendiri. Dalam diam yang lama, berkutat dengan
pertanyaan demi pertanyaan yang terus datang menggelayuti kepalamu.
Aku
berdehem pelan, menutup kedua kelopak mataku yang mulai memanas. Tak ada air
mata lagi, aku janji. Setiap tangis yang hadir di penghujung pertemuan selalu
menjadi rutinitas yang ingin sekali aku abaikan. Abaikan.
“Bagaimanapun
aku akan tetap menikmati senja, dengan atau tanpamu”, kupaksa bibir ini
mengeluarkan meski hanya sebaris kalimat yang tertahan.
“Tegarlah
seperti batu karang di pantai. Meski nanti aku sebagai lautmu perlahan
meninggalkan bibir pantai. Berbahagialah”, kau pun mengelus kepalaku mesra. Kemesraan
yang mati di akhir Januari.
Kau
pun perlahan menjauh. Sekali lagi tanpa menoleh kebelakang, membawa jaket
kumalmu, membawa koper dengan tertatih. Tak sadar jika kau pun membawa sekeping
hati yang terluka. Wanita senja yang duduk termenung di pinggir pantai meratapi
Januari di titik akhirnya.
@echisianturi
Bandarlampung
0 comments