Satu malam di Stasiun Lempuyangan


ketika hujan dan kenangan menyatu diantara besi-besi tua,
malam yang menggembiri masa lalu, hingga menjadi partikel-partikel atom
apakah semua menjadi tiada? Liat pertanyaan itu untuk kau renungkan
kepada diri-diri yang memohon keajaiban dalam tidur malamnya,

satu malam di Stasiun Lempuyangan yang begitu beku,
aku duduk sejajar, di dekatmu, menatap rambutmu yang basah
satu malam yang mendekatkan jarak, tanpa kata-kata hanya membisu
dapatkan suara-suara rauangan dari besi tua panjang berjalan itu diam sejenak?
tak ada yang lebih sahdu daripada menikmati malam yang basah ini,
jalanan dengan genangan air, daun-daun  yang mengigil dingin

kita yang tak pernah berubah, masih dengan kenaifan yang melekat
seulas senyum, serta celotehan-celotehan tentang cerita yang lalu
tatapan yang memandang jauh, rel-rel tua yang memanjang,
mungkin berpuluh hingga beratus kilometer ujungnya,
plang stasiun yang mulai usang, terkikis oleh waktu yang berlalu

manusia, satu demi satu berjalan dari satu titik ke titik lainnya,
resahkah? bahagiakah? rindukah? ngilukah?,
saat waktu menuntunmu untuk beranjak dari titik awal, ketitik akhir,
mungkin titik akhir yang tak kau senangi, mungkin saja,
satu malam di Stasiun Lempuyangan, akhir yang membawa kesini
cerita yang harus diakhiri antara dua insan manusia yang dulu mencinta.

Echi Sianturi
Yogyakarta, 2017

Post a Comment

0 Comments