15 Menit untuk Membenci
February 20, 2016
Destri masih setia memandangi handphone yang tergeletak di tempat
tidur, berharap ada pesan singkat yang masuk dari Zany. Jam dinding sudah
menunjukkan pukul sepuluh malam, denting jarumnya memecahkan kesunyian disudut
kamarnya yang lenggang. Masih dengan kegamangan yang sama seperti
malam-malam sebelumnya, saat dirinya tak mampu memejamkan mata dengan tenang.
Karena rasa yang menggelora di hati begitu kuat, layaknya angin topan diluaran
sana.
“Aku tidak pernah marah dengan
takdirNya. Aku terima jika dia bersanding dengan orang lain, meskipun aku tlah
menghabiskan banyak waktu untuk menunggunya dalam diam. Hanya, aku sesali adalah sikapnya yang seolah acuh kepadaku. Dua minggu
menghilang tanpa kabar, ternyata dia akan menikah dan wanita itu bukan aku”,
Desti terdiam sesaat. Kembali matanya membaca pesan singkat yang ditujukan
kepada Zany, teman satu komunitasnya yang diam-diam ia kagumi.
Tak banyak hal yang berubah.
Malam masih sama seperti sebelumnya, bulan masih menyinari malam meskipun
dengan cahaya temaram. Dan angin malam yang semillir tetap saja membuat bulu
kuduk berdiri, menusuk hingga ketulang. Malam semakin larut, seakan membawa
kembali masa lalu untuk tertidur didalam ingatan orang-orang, termasuk Destri.
“Apa aku boleh membencinya?”,
tanya Destri kepada dirinya sendiri. Pesan yang sama dia ketik untuk Zany,
mengharapkan secercah jawaban atas kekecewaan masa lalu yang kerap kali
menghinggapi pikirannya. Jantungnya berdegub semakin kencang beradu dengan
suara tangisnya yang tertahan. Dia tak ingin orang tuanya bangun mendengar
rintihan sakit hatinya yang dalam. Destri menggigit bibirnya, airmata terus
meluncur dari pipinya yang pucat.
Handphone bercasing merah miliknya berbunyi pelan, tangan mungil Destri
segera meraihnya. Diusapnya airmata yang masih terus meluncur bebas dari kedua
bola matanya yang indah. Bias keindahan matanya nampak tak secerah dahulu.
Kini, semakin sayu dan sendu.
Kamu boleh membencinya, tapi hanya 15 menit. Cukup 15 menit saja.
Destri membaca pesan singkat dari
Zany dengan seksama, menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 22:15. “Cukup
15 menit aku membencinya? Semudah itukah?”, tanya Destri dalam hati. Ia
terdiam, kali ini diam yang lebih lama. Dia masih memandangi pesan singkat dari
Zany, dan menatap jam dinding kembali.
Sudah 15 menit. Aku sudah cukup membencinya.
@echisianturi
Karena membenci terlalu lama tak akan membawa ketenangan.
0 comments