Membaur Tak Harus Lebur~

September 11, 2016


Di suatu malam, ketika jam dinding menunjukkan pukul satu pagi. Dua orang lelaki masih asyik dengan kopi hitam dan diskusinya. Lelaki pertama menunjukkan gurat wajah gelisah, matanya menatap bulan sabit malam ini. Meneguk kopi pahitnya yang mulai dingin hingga tandas.

"Aku masih risau. Aku masih tak tenang menerima kenyataan bahwa yang aku yakini selama ini ternyata tak sesuai dengan apa yang orang lain pikirkan", ungkap lelaki pertama sendu.

Lelaki kedua yang tengah asyik membaca buku terdiam sejenak, menghembuskan nafas berat, kemudian meletakkan bukunya di atas meja. "Seperti yang diungkapkan oleh Soe Hok Gie, jadilah manusia yang mempertahankan idealisme sampai batas sejauh-jauhnya. Namun, bukan berarti menjadi apatis dan menggangap idealisme sendiri paling benar". ujar lelaki kedua bijak, kacamatanya sedikit merosot kebawah.

"Memangngnya kenapa jika apatis?", sanggah lelaki pertama tak mau kalah.

"Bagaimana pun manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain demi keberlangsungan hidupnya. Meski berbeda idealisme, pandangan hidup, tetaplah menjadi manusia yang memanusiakan manusia dengan membaurkan diri dalam masyarakat. Bukankah membaur bukan berarti harus melebur, kawan?", pungkas lelaki kedua dengan tegas.

Mereka pun sama-sama terdiam, berhenti berdiskusi. Hanya desiran angin malam yang terdengar, orang-orang satu demi satu meninggalkan kedai kopi yang semakin sepi. Asap kopi kini tak lagi mengepul seperti beberapa jam yang lalu, ketika masih banyak orang-orang yang duduk dan menikmati kopi hitam tanpa gula.

Bukankah membaur bukan berarti harus lebur, kawan?"

@echisianturi
Kotabumi, di tengah hujan (lumayan) badai.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Total Pageviews

Translate