Hujan di Malioboro

January 26, 2017


Waktu terbilang cukup singkat, ketika kulangkahkan kaki menyusuri jalanan Malioboro yang basah. Jaket kuning yang kubawa tak cukup untuk menghangatkanku, sembari mengigil aku terus melaju sendiri. Hilir mudik manusia yang tak mengenal satu sama lainnya, terkadang bertatap muka, namun hanya diam yang didapat. Hujan yang luruh dari langit, membasahi setiap ruas jalan yang masih beraroma aspal, baru. 

Pelangi tak nampak hari itu, langit mendung masih menghiasi sore di langit kota Yogyakarta. Aku masih berjalan sendiri, mengamati sekeliling berharap melihat sekelebat bayanganmu diantara ratusan manusia yang berjalan di depanku. Dirimu tak kunjung jua menampakkan batang hidungnya. Aroma tubuhmu pun tak mampu kucium dari radius beberapa meter. Aku tahu bahwa dirimu jauh dari sini, tak mampu kujangkau dengan jemari.

Harap-harap cemas, kota Yogyakarta yang kuharap menjadi tempat kita untuk bersua. Setelah sekian lama, setelah kepingan-kepingan hati mulai tertata rapi. Kesan yang tak wajar malah menghantui pertemuan yang kuharapkan kali ini. Seolah pertanda duka yang akan menghampiri. Kisah yang kuinginkan mungkin tak semanis cerita-cerita di dalam roman picisan. Saat pasangan yang saling mencintai bertemu, menatap dalam satu sama lainnya kemudian jatuh cinta lagi untuk yang kesekian kalinya. 

Apa lagi yang diharapkan dari sebuah pertemuan yang sebenarnya tak ditakdirkan terjadi. Namun, hati terus memaksa kehendak. Hujan di Malioboro saat ini mungkin sebagai pertanda jika kau dan aku tak boleh bersua. Rintik airnya yang terus berdatangan dan bertambah lebat, membuat genangan-genangan air di sepanjang jalan, dan mungkin saja menghayutkan sebagian kenangan dan juga mimpi-mimpi indah kita kini.
 
Januari 2017, Yogyakarta
@echisianturi

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Total Pageviews

Translate