Perempuan dan Kebodohan Mutlak
December 20, 2017"Bagaimana kabarnya disana?",
"Apakah dia makan dengan teratur?",
"Apakah dia masih sering tidur hingga larut malam?",
"Bagaimana dengan pekerjaannya?",
"Apakah dia menjaga kesehatannya?",
"Apakah dia belum mencoba untuk berhenti merokok?".
Hal-hal kecil membuat perempuan yang tengah dilanda kebodohan mutlak itu terus saja mengingatnya, mengkhawatirkannya. Tanpa memiliki keberanian untuk sekali saja menghubungi, atau sekedar bertegur sapa melalui media sosial. Yah, perempuan yang dilanda kebodohan mutlak itu pun menjadi seorang pengecut yang tak memiliki nyali. Sepanjang waktu, selama bertahun-tahun dia tetap setia dengan kebodohannya itu. Entah ini yang disebut sebagai setia atau bukan? Namun, untuk apa setia kepada seseorang yang bahkan bukan milik kita? Ahh, benar. Semua di dunia seyogyanya memang bukan milik kita. Hanya saja si perempuan bodoh itu terlalu naif dan terus menahan diri. Bahkan dia sendiri pun tak paham lagi apa arti dari kesakitan itu sendiri. Baginya menikmati rasa sakit merupakan proses untuk mendewasakan diri. Dia terus saja mencari alasan-alasan baru untuk membenarkan dirinya. Bahwa lelaki di ujung sana tak harus tahu dan tak boleh tahu dengan apa yang dia rasakan dulu dan kini.
Perempuan dan kebodohan yang mutlak, seperti lengan dan tangan. Layaknya tangkai dan bunga, pohon dan akar. Hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Perempuan dan kebodohan mutlak untuk tetap mendoakan seorang yang ia anggap penting dalam hidupnya. Seorang yang tak begitu saja mudah dilupakan, melupakan baginya hanya seperti menelan pil pahit. Meski tak sepahit seperti waktu yang dijalanin selama berpuluh purnama dengan ingatan yang tentang dia yang melekat dikepala. Tak akan ada habisnya jika berbincang tentang perempuan dan kebodohannya. Yah, benar-benar bodoh.
Hal yang seharusnya dia lakukan sejak dahulu, selalu saja
ditunda lagi. Lagi, lagi dan lagi-lagi, selalu timbul alasan, selalu
timbul keraguan. Mengatakan semua hal yang dirasakan dengan jujur
rasanya seperti menginjak ribuan ranjau. Kebodohan yang mutlak bagi
seorang wanita adalah mengkhianati hati kecilnya sendiri. Bahwa
diam-diam, dalam waktu yang lama entah berapa kali langit mendung hingga
hujan luruh dari langit tak terhitung. Perempuan dan kebodohan
mutlaknya masih terus setia dengan segala ketidakberdayaannya. Dan
nyatanya hal yang paling dibutuhkan bukanlah sesuatu yang sangat
istimewa untuk menuntaskan kebodohan mutlaknya. Hanya perlu mengeluarkan
segala resah, dan rindu kepada dia yang selama ini diam-diam selalu
hadir dalam ingatan.
@echisianturi
Desember hujan, dipenghujung tahun 2017.
@echisianturi
Desember hujan, dipenghujung tahun 2017.
2 comments