Mengapa saya menjadi volunteer?

June 06, 2014


Mengapa saya memilih menjadi seorang volunteer? Acapkali pertanyaan tersebut terlontar dari rekan-rekan saya, ketika melihat ditengah-tengah aktivitas perkuliahan yang padat dengan tugas-tugas yang mengantri, saya masih menyempatkan diri untuk meluangkan waktu menjadi seorang volunteer. Sederhana saja, volunteer merupakan passion saya. Tanpa ada embel-embel mau dibilang “sok baik” atau hanya sekedar pencitraan diri semata didepan public. Panggilan hati nurani saya. Semula hanya sekedar ingin, lalu naik tingkat dari sekedar ingin menjadi aksi. Bermula dari sifat hedonism saya ketika masih menjadi mahasiswa semester awal. Kala itu, sepulang kuliah aktivitas saya hanya sekedar nongkrong. Dari satu tempat ketempat lainnya. Hedonism mulai merajai gaya hidup saya. Entah, saya juga tak tahu mengapa saya sempat terjerumus dalam salah satu lingkaran setan tersebut. Gaya hidup hura-hura, menghabiskan banyak uang ditempat-tempat yang menawarkan gaya metropolitan. Hanya ingin sekedar dibilang sebagai anak gaul, atau anak kongkow.
Transisi, masa pencarian jati diri. Perdebatan hebat ideology, perdebatan pemikiran beradu rumit dalam setiap sel otak. Antara hedonism, dan agama. Antara hati nurani dan logika semua beradu menjadi satu padu. Mungkin salah satu perenungan yang saya lakukan adalah, pergi sendiri. Duduk di bangku paling belakang bus trans Lampung. Mengitari kota Bandarlampung sembari mengamati setiap tingkah-laku manusia yang berbeda dengan latar kehidupan social yang berbeda, tingkat pendidikan, pemikiran, agama, ras dan lain sebagainya. Saya selalu senang mengamati dinamika-dinamika dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat yang ternyata memiliki persoalan yang compleks. Yang tak pernah saya sadari sebelumnya, bahwa saya harus bangkit dan berbuat.
Perlahan, saya mulai meninggalkan gaya hidup hedonism. Saya semakin jarang berkunjung kepusat-pusat perbelanjaan. Hanya sesekali ketika saya memang harus membeli sesuatu yang memang penting. Saya mulai mencari lingkungan baru, lingkungan baru serta teman-teman baru yang memiliki pandangan yang sama atas keberlangsungan hidup di masyarakat. Dan saya menemukan sebuat organisasi non-profit yang baru saja berdiri, dan sedang membutuhkan volunteer baru untuk mengajar  adik-adik yang kurang beruntung. Rumah Baca Asma Nadia Lampung. 


 mereka calon penerus bangsa yang kurang beruntung :(

Rumah Baca Asma Nadia Lampung menjadi tempat saya  singgah, tempat favorit saya. Ketika penat akan dunia mulai melanda. Bertemu dengan adik-adik disana membuat saya menjadi lebih berarti sebagai seorang manusia. Saya banyak belajar tentang banyak hal dari mereka. Tentang betapa pentingnya berbagi, karena berbagi mampu memanusiakan kita sebagai manusia. Memberikan energy positif bahwa kita semua bermanfaat. Tidak ada useless people di dunia. Semua memiliki manfaat masing-masing asal kita mengatahui bagaimana membuat diri kita menjadi bermanfaat bagi orang lain.
Tak cukup hanya sampai situ. Sepak terjang saya masih terlalu dini dibandingkan dengan rekan-rekan yang lain. Di Rumah Baca saya mengenal orang-orang hebat, dengan segala potensi mereka, dengan semangat berbagi yang Insya Allah tidak pernah pudar. Kami memang bukan cahaya, kami pun sedang mencari cahaya. Semua gelap, dunia sekarang sudah sedemikian gelap, kelam. Pijar cahaya keabadian semakin sulit untuk dijangkau. Orang-orang sibuk dengan kesibukan masing-masing. Tak peduli, acuh dengan lingkungan di sekitar. Orang-orang yang mengaku terpelajar nyatanya tak peka dan enggan bergaul dengan kaum yang dikotak-kotakkan oleh kemiskinan. Ilmu yang mereka dapatkan enggan di bagi untuk sesama yang kurang beruntung untuk mengeyam bangku sekolah. Pada akhirnya ilmu hanya sekedar simpanan belaka yang kemudian menjadi bangkai dan membusuk. Jikalau manusia-manusia yang mengaku terpelajar tersebut bijak menggunakan ilmu yang tlah mereka dapatkan. Ilmu mereka tak akan  membusuk, malah semakin mewangi, semakin menumpuk dan menggunung. Karena pada dasarnya berbagi tak akan membuatmu miskin, malah menjadikanmu semakin kaya.

Echi Sianturi
Volunteer Rumah Baca Asma Nadia Lampung
Kotabumi, 4 Juni 2014

You Might Also Like

2 comments

Popular Posts

Total Pageviews

Translate